Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebuah gerakan Islam dengan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid, yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah. Amar ma'ruf nahi munkar artinya mengajak berbuat kebaikan dan melarang kemunkaran. Sedangkan tajdid bermakna pembaruan dengan cara menghidupkan, membangkitkan, mengembalikan dan memurnikan ajaran Islam, sesuai kepada ajaran Nabi Muhammad SAW, serta lepas dari bid'ah, khurafat, dan tahayul. Arti kata "Muhammadiyah" sendiri berarti pengikut Muhammad SAW.
Tulisan ini berisi linimasa gerakan Muhammadiyah, diambil dari http://www.muhammadiyah.or.id/id/1-content-154-det-timelinemuhammadiyah.html, dan penambahan dari beberapa sumber lainnya.
Linimasa Muhammadiyah 1868 - 1920
1868
- Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis. Berayahkan KH. Abu Bakar, seorang Ketib Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Ibunya Siti Aminah adalah anak KH. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta.
- Ketika masa kanak-kanak, Darwis dikenal memiliki keahlian membuat barang kerajinan dan mainan. Sebagaimana anak laki-laki lain, ia juga memiliki kegemaran bermain layang-layang dan gasing
- Saat remaja ia belajar agama Islam tingkat lanjut. Belajar fiqh dari KH. Muhammad Saleh, belajar nahwu dari KH. Muhsin, juga pelajaran lainnya didapatkan dari KH. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur.
- Sebelum haji, jenis kitab yang dibaca Dahlan lebih banyak pada kitab-kitab Ahlussunnah wal jamaah dalam ilmu aqaid, dari madzhab Syafii dalam ilmu fiqh, dan dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf.
1883-1888
- Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji yang pertama. Di tanah suci ia belajar kepada banyak ulama. Untuk ilmu hadits belajar kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada KH. Dahlan Semarang, Ia juga belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Selain dengan guru-guru di atas, selama delapan bulan di tanah suci, ia sempat bersosialisasi dengan Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, Kyai Nawawi dari Banten, para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama mukim di Mekah.
1888
- Sepulang dari ibadah haji yang pertama, ia membelanjakan sebagian dari modal dagang sebesar f 500 (lima ratus gulden) yang diberi ayahnya, untuk membeli buku.
1889
- Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah yang kemudian dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi perempuan ‘Aisyiyah.
1896
- Ayahnya yang menjabat Ketib Amin meninggal. Sesuai dengan kebiasan yang berlaku di Kraton Yogyakarta sebagai anak laki-laki yang paling besar Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya.
1897
- Akhir tahun 1897 Dahlan mengundang 17 ulama di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di musholla milik keluarganya di Kauman.
- Awal tahun 1898 musyawarah tentang gagasan memperbaiki arah kiblat dapat direalisasi. Musyawarah itu berlangsung di langgar milik KH.Ahmad Dahlan. Masalah arah kiblat adalah masalah yang peka pada saat itu. Pembicaraan itu berlangsung hingga shubuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Tetapi diam-diam dua orang yang mendengarkan pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman Masjid Gede Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan jemaah salat dzuhur waktu itu. Kyai Penghulu HM. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.
1900-1910
- Panitia Zakat pertama.
- Panitia kurban pertama.
- Penggunaan metode hisab menggantikan metode aboge dan melihat hilal.
- Peristiwa dirobohkannya langgar KH. Ahmad Dahlan.
1903
- Ahmad Dahlan menunaikan haji yang kedua. Ia kembali memperdalam ilmu agamanya kepada guru-guru yang telah mengajarnya saat haji pertama. Ia belajar fiqh kepada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sa’id Babusyel. Belajar ilmu hadis kepada Mufti Syafi‘I, ilmu falaq pada Kyai Asy’ari Bawean, ilmu qiraat pada Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Dahlan juga mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.
1905
- Ahmad Dahlan kembali ke tanah air setelah menunaikan haji yang kedua.
1909
- Ahmad Dahlan menjadi Anggota Budi Utomo. Selanjutnya, ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta.
- Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jami'atul Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab.
1910
- Ahmad Dahlan mengajuangkan gagasan untuk memberi pelajaran agama Islam kepada para siswa dan anggota Budi Utomo. Melalui R. Budiharjo dan R Sosrosugondo (pengurus dan anggota Budi Utomo), yang tertarik pada masalah agama Islam, Dahlan diberi tugas memberikan pengajian setiap rapat anggota. Setelah itu Dahlan diangkat sebagai pengajar agama Islam di Kweekschool Jetis, Yogyakarta, dan di Osvia, Magelang. Pelajaran itu termasuk ekstrakurikuler, yang diberikan pada setiap Sabtu sore dan Minggu pagi. Ini merupakan peristiwa pertama kalinya pelajaran agama dimasukkan ke sekolah, meskipun masih bersifat ekstrakurikuler.
- Keinginan Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum terwujud. KH.Ahmad Dahlan mendirikan sekolah pertama dimulai dengan 8 orang siswa, bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m, di ia sendiri bertindak sebagai guru. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan lancar, dan siswa yang jumlahnya hanya ada 8 orang tersebut juga sering tidak masuk sekolah.Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk kembali. Ia juga terus mencari siswa baru. Perbuatan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dirasakan begitu asing saat itu, mengingat yang berlaku adalah murid yang mencari guru, bukan guru yang mencari murid. Sesungguhnya ini adalah sekolah pertama yang dibangun oleh pribumi yang dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum yang memadukan pelajaran umum dengan pelajaran agama. Sekolah pertama KH.Ahmad Dahlan ini sempat dianggap sebagai sekolah yang menyeleweng dari agama Islam karena memasukkan pelajaran umum yang dianggap seperti sekolah umum Belanda.
- Ketekunan dan kesabaran KH. Ahmad Dahlan berbuah manis. Sedikit demi sedikit, murid sekolahnya telah bertambah. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, K.H. Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang. Bantuan tenaga pengajar dari lulusan Kweekschool Jetis pun datang pada bulan ketujuh sejak berdirinya sekolah ini. Umumnya guru tersebut merupakan yang belum mendapat penetapan dari pemerintah dengan jangka waktu mengajar antara satu hingga dua bulan.
- Diantara murid K.H. Ahmad Dahlan yang belajar di Kweekschool Jetis yang juga belajar Agama Islam di serambi rumahnya ada yang bertanya untuk apa susunan bangku, meja, dan papan tulis. Pertanyaan ini dijawab oleh KH. Ahmad Dahlan bahwa peralatan tersebut digunakan untuk sekolah anak-anak Kauman yang mengajarkan pelajaran agama dan pengetahuan umum.Mereka kemudian menyarankan agar KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi agar keberadaan sekolah tersebut tetap berlanjut meskipun KH. Ahmad Dahlan telah wafat nanti. Kelak saran ini menjadi salah satu pendorong KH. Ahmad Dahlan untuk membentuk organisasi Muhammadiyah.
1911
- Pada suatu kegiatan organisasi Jami'atul Khair di tahun 1911, Ahmad Dahlan bertemu dengan Syeikh Ahmad Syurkati, keduanya saling berjanji untuk mendirikan organisasi kader untuk mendukung cita-cita kemajuan umat Islam. Kelak Dahlan mendirikan Muhammadiyah, dan Syurkati mendirikan Al-Irsyad.(RH.Hadjid, Falsafah Pelajaran KHA.Dahlan).
- Lurah Keraton, KH. Hasyim, adalah tetangga KH.A.Dahlan di kampung Kauman, sebelah barat Keraton Yogyakarta. Sedari awal Hasyim adalah seorang pendukung gagasan Ahmad Dahlan. Kepada Dahlan, Hasyim menyerahkan kelima anaknya untuk belajar mengaji: Bagus Hadikusumo, Fakhruddin, Jasimah, Soedjak, dan Muhammad Zain.
- Sekolah pertama KH.Ahmad Dahlan terus berkembang dan pada 1 Desember 1911 sekolah itu diberinama menjadi Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Di antara murid-murid pertama Madrasah Diniyah Ibtidaiyah adalah Siti Munjiyah dan Siti Umniyah.
1912
- Dahlan menjadi anggota Sarekat Islam.
- 18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330H Persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Sembilan orang pengurus inti yang pertama adalah Ketua: KH. Ahmad Dahlan, Sekretaris: H.Abdullah Siradj, Anggota: H.Ahmad, H.Abdul Rahman, H.Sarkawi, H.Muhammad, H. Djaelani, H.Akis (Anis), dan H. Mohammad Fakih. Pengurus Muhammadiyah pada permulaan ini sebagian besar adalah abdi dalem, tujuh orang diantaranya mempunyai gelar raden dan mas, tiga diantaranya penghulu dan dua orang katib, dan semua pengurusnya telah bergelar haji.
- Pada mulanya anggota Muhammadiyah banyak yang berasal dari kalangan priyayi muda, dan beberapa pelajar Budi Utomo. Untuk mendidik kader, maka didirikan forum pengajian khusus yang diberinama FM (Fathu'l-Asrar Miftahus-Sa'adah). Para pesertanya adalah para tokoh muda seperti: KH.Ibrahim, H.Muchtar, H.Soedjak, HM.Fachruddin, Ki Bagus Hadikusumo, KH.M.Hisyam, RH.Hadjid, Abdul Hamid, M.Abdullah, dan M.Basiran.
- 20 Desember, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, di Makassar dengan nama Al Munir, di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat dukungan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awamu alal birri Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
- Mas Mansur berada di Mesir. Belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidato.
1913
- Dibangunnya ruang kelas di Karangkajen untuk menampung jumlah siswa yang bertambah.
- Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah telah berjalan dengan sistem tiga jenjang kelas. Adanya mata pelajaran ilmu umum disamping pelajaran agama Islam telah menempatkan sekolah ini setaraf dengan Sekolah Angka 2 atau Volkschool yang ditetapkan oleh pemerintah, dan telah berjalan dengan sistem tiga jenjang kelas. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu.
- Tiga orang wanita dari Kauman masuk sekolah umum Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Mereka adalah Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti Dawimah. Baik yang bersekolah umum (Sekolah Netral), atau sekolah agama (Madrasah Diniyah), dimaksudkan untuk saling melengkapi dalam proses kaderisasi oleh Kiai Ahmad Dahlan.
- Algemeene Vergadering II di Yogyakarta.
1914
- Dibentuk organisasi remaja putri Sopo Tresno. Kegiatannya menyantuni anak yatim piatu wanita untuk membantu kelompok pemuda yang bergerak dalam bidang pertolongan kesengsaraan umum.
- Diterbitkan Sworo Muhammadijah dalam bahasa Jawa dan Melayu memakai huruf Jawa dan latin.
- Algemeene Vergadering III di Yogyakarta.
1915
- Membangun sekolah di Lempuyangan.
- Algemeene Vergadering IV di Yogyakarta.
1916
- Mendirikan sekolah di Pasar Gede (Kotagede).
- Menerbitkan Suwara Muhammadiyah yang menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar.
- Algemeene Vergadering V di Yogyakarta.
- Sudirman lahir.
1916-1920
- KH. A. Dahlan sering mengadakan tabligh di Surabaya yaitu di Gang Peneleh. Dalam pengajian itu H.O.S. Tjokroaminoto, Bung Karno dan Roeslan Abdoelgani untuk pertama kalinya mendengarkan penjelasan tentang Islam dari KH.A. Dahlan
1917
- 19 Mei/27 Rajab 1335. Berdirinya 'Aisyiyah sebagai wadah para wanita Muhammadiyah.
- Sampai tahun ini tercatat ada 4 buah sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.
- Kongres ke-9 Budi Utomo diselenggarakan di rumah Dahlan. KH.Ahmad Dahlan memberi pengajian kepada peserta kongres.
- Algemeene Vergadering VI di Yogyakarta.
1918
- Mendirikan sekolah calon guru agama bagi sekolah ongko loro (Volkschool). Sekolah ini bernama al-Qismul Arqo, pertama kali pelaksanaannya di rumah Ahmad Dahlan. Siti Wasilah adalah murid perempuan pertama di sekolah ini. Madrasah al-Qismu al-Arqo kelak mengalami beberapa kali perubahan nama dimulai dari Madrasah al-Qismu al-Arqo kemudian Hogere Muhammadijah School, kemudian menjadi Kweekschool Islam, kemudian menjadi Kweekschool Muhammadijah, dan kemudian menjadi Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah.
- Algemeene Vergadering VII di Yogyakarta.
- Sultan memberikan sebidang tanah di Suronatan untuk dibangun gedung sekolah baru.
1919
- Mendirikan sekolah di Suronatan.
- Dua tahun setelah berdiri, 'Aisyiyah merintis pendidikan untuk anak-anak usia dini dengan nama FROBEL, yang merupakan taman kanak-kanak pertama kali yang didirikan oleh kaum pribumi.
- Fakhruddin—yang mendapat kepercayaan dari Ahmad Dahlan untuk memimpin Majelis Tabligh Muhammadiyah—ditunjuk sebagai Komisaris CSI (Central Serikat Islam).
- Berdirinya Hoogeschool Muhammadijah (sekolah lanjutan).
- Dengan bantuan RH.Hadjid, Sumodirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri Standard School Muhammadiyah. Perkumpulan itu diberi nama Siswa Praja (SP) yang berfungsi untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan edukatif di luar jam sekolah (ekstra kurikuler). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adalah menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama. Sumodirdjo adalah kepala sekolah Standaard School Muhammadiyah di Suronatan yang telah memutuskan untuk berhenti sebagai guru negeri demi mengabdi di Muhammadiyah. RH.Hadjid adalah kepala guru agama di sekolah yang sama.
- Algemeene Vergadering VIII di Yogyakarta.
1920
- Dibentuk gerakan kepanduan yaitu Padvinders Muhammadiyah. Kemudian atas usul HR.Hadjid nama pandu itu diganti menjadi Hizbul Wathon. Fakhruddin pernah menjadi pimpinan di HW.
- Fakhruddin diangkat sebagai Penningmeester (Bendahara) SI. Jabatan itu dipegangnya hingga tahun 1923.
- Sekolah yang berada di Kauman tidak mampu lagi menampung murid sehingga sebagian murid dipindahkan ke Suronatan, saat ini dikenal dengan nama Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Suronatan. Sekolah di Kauman (yang terletak di halaman rumah KH.Ahmad Dahlan) dipergunakan untuk murid perempuan, dan dikenal sebagai Sekolah Pawiyatan Muhammadiyah.
- Organisasi Siswa Praja dipisahkan antara anggota pria dan wanita. Siswa Praja Wanita inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Nasyiatul Aisyiyah (NA). Siti Wasilah dan Siti Umniyah tercatat sebagai ketua yang pertama dan kedua di SPW.
- Algemeene Vergadering IX Muhammadiyah di Yogyakarta.
- 17 Juli 1920, dibentuk Hoofdbetuur (HB) Muhammadiyah Bahagian Sekolahan.
- Pengadaan kelas khusus di Sekolah Angka 2 Suronatan. Kelas khusus ini dimaksudkan untuk siswa Sekolah Angka 2 pemerintah ataupun partikelir yang belum menerima pelajaran agama Islam di sekolah asalnya.
- Terbentuknya kelompok-kelompok pengajian remaja putri dan putra maupun orang dewasa di sekitar Kauman dan tempat lain dalam Residensi Yogyakarta.
- Pengadaan kursus agama Islam secara cuma-cuma di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah Kauman.
- Penggunaan metode hisab berdasarkan data astronomis untuk menentukan 1 Syawal. Metode ini meninggalkan cara sebelumnya yaitu metode aboge dan melihat hilal.
- Pendirian Musholla Aisyiyah untuk kegiatan kaum wanita, khususnya di sekitar Kauman, untuk melakukan salat berjamaah dan membicarakan masalah keagamaan.
- Pencetakan dan penerbitan selebaran tentang agama Islam untuk disebarkan secara cuma-cuma. Sedang penerbitan buku tentang agama Islam masih harus dibeli.
- Karena tidak diizinkan pemerintah Hindia Belanda untuk belajar ke Universitas Al Azhar di Kairo, AR. Sutan Mansur merantau ke Pekalongan untuk berdagang dan menjadi guru agama bagi para perantau dari Sumatera dan kaum muslim lainnya.
MIR